Kamis, 16 Juni 2016

Saya Ingin Sembuh

Malam itu, sepulang dari ajakan bicara, ia mendatanginya dengan separuh rasa percaya dan separuh rasa curiga yang ia rasa harus disimpan untuk siapapun, ia mengirim pesan,

"Saya ingin sembuh. Kamu tadi bertanya apakah saya bisa tidur atau tidak, saya jawab 'Bisa, kondisi saya memang tidak baik, tapi tidak seburuk itu.' Sebenarnya saya berbohong. Saya membohongi diri bahwa kondisi saya cukup baik. Bagaimana lagi?

Saya sebenarnya sulit tidur, lebih tepatnya saya tidak bisa tidur sendiri. Maka saya selalu berlari, saya kadang berhari-hari di rumah A, saya kadang tidur di tempat B, semata supaya tidak harus tidur sendirian. Saat saya sendirian, saya tidak bisa berfungsi, saya tidak bisa mengetik apapun, saya tidak bisa membereskan kamar, saya bingung, saya takut setengah mati membayangkan kalau saya harus bingung sendirian, karena olehnya saya tidak bisa mengerjakan apa-apa.

Maka saya terus-terusan berlari dari sendiri. Saya harus sembuh sampai ke tahap fungsi normal di mana saya tidak kebingungan kalau harus tidur sendirian. Saya ingin sembuh sampai di fungsi normal di mana saya tidak lelah, takut, bingung, tidak tertarik, harus terlalu memaksa diri, untuk berinteraksi dengan orang apalagi orang banyak.

Saya ingin sembuh sampai di tahap di mana saya merasa hidup ini memang layak untuk dihidupi. Sampai di tahap di mana saya tidak terus bertanya-tanya untuk apa saya terus hidup selain supaya tidak membuat Ibu saya terluka setengah mati kalau saya nekat bunuh diri. Tapi saya lelah bertahan hidup hanya demi orang lain. Saya ingin kembali hidup di mana saya sendiri yg ingin benar-benar hidup.

Kamu mau membantu saya? Menjadi caregiver saya?"

"Tentu."

Ia tahu, orang-orang ingin memukul orang itu untuknya, barangkali membunuh. Tapi ia juga tahu, ia hanya ingin sembuh, the rest is irrelevant, setidaknya untuk sekarang.

Pesan itu ia kirimkan dari Bumi kepada Bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar